Friday, 18 April 2014

TUBERKULOSIS (TB) PARU



1.  Tuberkulosis (TB) Paru

No ICPC II : A70 Tuberculosis
No ICD X : A15 Respiratory tuberculosis, bacteriologiccaly and histologically confirmed
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Tuberkulosis (TB)  adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB  yaitu  Mycobacterium  tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai  5 besar dari 22 negara di dunia dengan  beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%.  Saat ini timbul kedaruratan baru  dalam penanggulangan  TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan Pasien datang dengan batuk berdahak ≥ 2 minggu. Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah. Keluhan dapat disertai sesak napas, nyeri dada atau  pleuritic chest pain  (bila disertai peradangan pleura), badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari 1 bulan.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik 
Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali), respirasi meningkat, berat badan menurun (BMI pada umumnya <18,5).  Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi
basah/suara napas melemah di apex  paru,  tergantung luas lesi dan kondisi pasien. 

Pemeriksaan Penunjang
a.  Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
b.  Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA)  atau kultur kuman dari specimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu. 
c.  Untuk TB non paru, specimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
d.  Tes tuberkulin (Mantoux test). Pemeriksaan ini merupakan penunjang utama untuk membantu menegakkan Diagnosis TB pada anak. 
e.  Pembacaan hasil uji tuberkulin yang dilakukan dengan cara Mantoux (intrakutan) dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter transversal.
Uji tuberkulin dinyatakan positif yaitu:
1.  Pada kelompok anak dengan imunokompeten termasuk anak dengan riwayat imunisasi BCG diameter indurasinya > 10 mm.
2.  Pada  kelompok anak dengan imunokompromais (HIV, gizi buruk, keganasan dan lainnya) diameter indurasinya > 5mm.
f.  Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.  Pada TB,  umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercak-bercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak).
Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) Standar Diagnosis
a.  Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b.  Semua pasien (dewasa, dewasa muda, dan anak yang mampu mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen sputum/ dahak 3 kali salah satu diantaranya adalah spesimen pagi.
c.  Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus diperiksa mikrobiologi dahak.
d.  Diagnosis dapat ditegakkan walaupun apus dahak negatif berdasarkan kriteria berikut:
1.  Minimal 3 kali hasil pemeriksaan dahak negatif (termasuk pemeriksaan sputum pagi hari), sementara gambaran foto toraks sesuai TB. 
2.  Kurangnya respon terhadap terapi antibiotik spektrum luas (periksa kultur sputum jika memungkinkan), atau pasien diduga terinfeksi HIV (evaluasi Diagnosis tuberkulosis harus dipercepat).
e.  Diagnosis TB intratorasik (seperti TB paru, pleura, dan kelenjar limfe mediastinal atau hilar) pada anak: 
1.  Keadaan klinis (+), walaupun apus sputum (-).
2.  Foto toraks sesuai gambaran TB.
3.  Riwayat paparan terhadap kasus infeksi TB. 
4.  Bukti adanya infeksi TB (tes tuberkulin positif > 10 mm setelah 48-72 jam).

Diagnosis TB pada anak:

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan anda klinis yang mengarah ke TB.  Gejala klinis TB pada anak tidak khas, karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.


Gejala sistemik/umum TB pada anak:

a.  Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
b.  Masalah Berat Badan (BB):
1.  BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau
2.  BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik; atau
3.  BB tidak naik dengan adekuat.
c.  Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi  saluran kemih, malaria, dan lain lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai
keringat malam.
d.  Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
e.  Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan;
f.  Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak.
Sistem skoring (scoring system)  Diagnosis TB membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya under-diagnosis maupun over-diagnosis.
 Tabel 1. Sistem Skoring TB Anak


    
Total skor  

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji  tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita
Catatan:  
a.  Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
b.  Demam (>  2 minggu) dan batuk (>  3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas
c.  Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/ tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
d.  Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
e.  Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

Komplikasi

a.  Komplikasi paru: atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas.
b.  TB  ekstraparu: pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe.
c.  Kor Pulmonal

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan
a.  Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktifitas pasien.
b.  Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
c.  Mencegah kekambuhan TB.
d.  Mengurangi penularan TB kepada orang lain.
e.  Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.

Prinsip-prinsip terapi 
a.  Praktisi  harus  memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan sampai terapi selesai.
b.  Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi  Obat Anti TB (OAT)  lini pertama sesuai ISTC (Tabel 2).
1.  Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol. 
2.  Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan Rifampisin 
3.  Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose combination/ FDC)  yang terdiri dari 2 tablet (INH dan RIF), 3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA, EMB).








c.  Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus dilakukan prinsip pengobatan dengan: 
1.  Sistem  Patient-centred strategy,  yaitu memilih bentuk obat,  cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien.
2.  Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed therapy) 
d.  Semua pasien dimonitor respon terapi, penilaian terbaik adalah  follow-up mikroskopis dahak  (2 spesimen) pada saat: 
1.  Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi), 
2.  1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi. 
3.  Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan sebelum akhir terapi  dianggap gagal (failure) dan harus meneruskan terapi modifikasi yang sesuai.  
4.  Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan prioritas dalam follow up TB paru 
e.  Catatan tertulis harus ada mengenai:
1.  Semua pengobatan yang telah diberikan, 
2.  Respon hasil mikrobiologi 
3.  Kondisi fisik pasien
4.  Efek samping obat
f.  Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis – HIV sering bersamaan, konsultasi dan tes HIV diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana rutin. 
g.  Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi untuk:
1.  Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
2.  Inisasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda. 
3.  Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol apabila CD 4 < 200.
Selama terapi : evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

Sumber penularan dan Case Finding TB Anak
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.  Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anaktersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). 

Konseling dan Edukasi
a.  Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk ketaatan konsumsi obat pasien.
b.  Kontrol secara teratur.
c.  Pola hidup sehat.

Kriteria Rujukan 

a.  TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke layanan sekunder.Pasien TB yang telah mendapat advis dari layanan spesialistik dapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
b.  Suspek TB – MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.

Sarana Prasarana
a.  Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
b.  Mantoux test.
c.  Obat-obat anti tuberculosis.
d.  Radiologi.

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.

Kriteria Hasil Pengobatan :
1. Sembuh
2. Pengobatan lengkap
3. Meninggal
4. Default (Putus Berobat)
5. Gagal
6. Pindah



No comments:

Post a Comment