Tetanus
No. ICD X : A35 Othertetanus
Tingkat Kemampuan: 4A
Masalah Kesehatan
Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan olehtetanospasmin. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik persisten disertai dengan
serangan yang jelas dan keras. Spasme hampir selalu terjadi pada otot leher
dan rahang yang menyebabkan penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta
melibatkan tidak hanya otot ekstremitas, tetapi juga otot-otot batang tubuh.
Hasil Anamnesis (Subjective)
KeluhanManifestasi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus
sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis tetanus terdiri atas 4 macam
yaitu:
a. Tetanus lokal
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa
sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat
berkembang menjadi tetanus umum.
b. Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2
hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media
kronis. Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan
disfungsi nervus kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang
menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.
c. Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher,
susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan
kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan
rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran
yang tetap baik.
d. Tetanus neonatorum
Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali
pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk
menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan spasme.
Faktor Risiko: -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan FisikDapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat.
a. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.
b. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan
disfungsi nervus kranial.
c. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher,
kekakuan dada dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta
ekstensi tungkai, kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan
ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap
baik.
d. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi
tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan
opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan
ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada,
pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah
hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari
kaki.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis KlinisDiagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan riwayat imunisasi.
Tingkat keparahan tetanus:
Kriteria Pattel Joag
a. Kriteria 1: rahang kaku, spasme terbatas ,disfagia dan kekakuan otot
tulang belakang.
b. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat
keparahan.
c. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari.
d. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam.
e. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 40 C), atau aksila
99ºF ( 37,6 ºC ).
Grading
a. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau
2 (tidak ada kematian).
b. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2.
Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam
(kematian 10%).
c. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa inkubasi
kurang dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%).
d. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian
60%).
e. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus
neonatorum (kematian 84%).
Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Albleet’s :
a. Grade 1 (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spamisitas umum, tidak ada penyulit
pernafasan, tidak ada spasme, sedikit atau tidak ada disfagia.
b. Grade 2 (sedang)
Trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau sedang namun
singkat, penyulit pernafasan sedang dengan takipneu.
c. Grade 3 (berat)
Trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan
yang sering dan terjadi refleks, penyulit pernafasan disertai dengan
takipneu, takikardi, aktivitas sistem saraf otonom sedang yang terus
meningkat.
d. Grade 4 (sangat berat)
Gejala pada grade 3 ditambah gangguan otonom yang berat, sering kali
menyebabkan “autonomic storm”.
Gambar : Trismus
Diagnosis Banding
a. Meningoensefalitis
b. Poliomielitis
c. Rabies
d. Lesi orofaringeal
e. Tonsilitis berat
f. Peritonitis
g. Tetani, timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar
kalsium dan fosfat dalam serum rendah.
h. Keracunan Strychnine
i. Reaksi fenotiazine
Komplikasi
a. Saluran pernapasanDapat terjadi asfiksia, aspirasi pneumonia, atelektasis akibat obstruksi
oleh sekret, pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi
akibat dilakukannya trakeostomi.
b. Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan
miokardium.
c. Tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan
dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura kolumna vertebralis
akibat kejang yang terus-menerus terutama pada anak dan orang
dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis
ossifikans sirkumskripta.
d. Komplikasi yang lain
Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring
dalam satu posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau
toksin yang menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaana. Manajemen luka
Pasien tetanus yang diduga menjadi port de entry masuknya kuman C.
tetani harus mendapatkan perawatan luka. Luka dapat menjadi luka
yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak rentan tetanus
dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 31. Manajemen luka
b. Rekomendasi manajemen luka traumatik
1. Semua luka harus dibersihkan dan jika perlu dilakukan debridemen.
2. Riwayat imunisasi tetanus pasien perlu didapatkan.
3. TT harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun
jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan.
4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
tetanus imunoglobulin (TIg) harus diberikan. Keparahan luka bukan
faktor penentu pemberian TIg
c. Pengawasan, agar tidak ada hambatan fungsi respirasi.
d. Ruang Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara, cahayaruangan
redup dan tindakan terhadap penderita.
e. Diet cukup kalori dan protein 3500-4500 kalori per hari dengan 100-150
gr protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan per sonde
atau parenteral.
f. Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu.
g. Antikonvulsan diberikan secara titrasi, sesuai kebutuhan dan respon
klinis. Diazepam atau vankuronium 6-8 mg/hari. Bila penderita datang
dalam keadaan kejang maka diberikan diazepam dosis 0,5mg/kgBB/kali
i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali
kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam per oral (sonde lambung)
dengan dosis 0,5/kgBB/kali sehari diberikan 6 kali. Dosis maksimal
diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),
harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam
dapat ditingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi
mekanik, dengan atau tanpa kurarisasi. Magnesium sulfat dapat pula
dipertimbangkan digunakan bila ada gangguan saraf otonom.
h. Anti Tetanus Serum (ATS) dapat digunakan, tetapi sebelumnya
diperlukan skin tes untuk hipersensitif. Dosis biasa 50.000 iu, diberikan
IM diikuti dengan 50.000 unit dengan infus IV lambat. Jika pembedahan
eksisi luka memungkinkan, sebagian antitoksin dapat disuntikkan di
sekitar luka.
i. Eliminasi bakteri, penisilin adalah drug of choice: berikan prokain
penisilin, 1,2 juta unit IM atau IV setiap 6 jam selama 10 hari. Untuk
pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, 500 mg PO atau
IV setiap 6 jam selama 10 hari. Pemberian antibiotik di atas dapat
mengeradikasi Clostridium tetani tetapi tidak dapat mempengaruhi
proses neurologisnya.
j. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika spektrum luas
dapat dilakukan. Tetrasiklin, eritromisin dan metronidazol dapat
diberikan, terutama bila penderita alergi penisilin. Tetrasiklin: 30-50
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis. Eritromisin: 50 mg/kgBB/hari dalam 4
dosis, selama 10 hari. Metronidazol loading dose 15 mg/KgBB/jam
selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam.
k. Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat
suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan dengan dosis inisial 0,5 ml
toksoid intramuscular diberikan 24 jam pertama.
l. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap
tetanus selesai.
m. Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu.
n. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
Konseling dan Edukasi
Peran keluarga pada pasien dengan risiko terjadinya tetanus adalah
memotivasi untuk dilakukan vaksisnasi dan penyuntikan ATS.
Rencana Tindak Lanjut
a. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadaptetanus selesai. Pengulangan dilakukan 8 minggu kemudian dengan
dosis yang sama dengan dosis inisial.
b. Booster dilakukan 6-12 bulan kemudian.
c. Subsequent booster, diberikan 5 tahun berikutnya.
d. Laporkan kasus Tetanus ke dinas kesehatan setempat.
Kriteria Rujukan
a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
c. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis neurologi.
Sarana Prasarana
a. Sarana pemeriksaan neurologisb. Oksigen
c. Infus set
d. Obat antikonvulsan
Prognosis
Tetanus dapat menimbulkan kematian dan gangguan fungsi tubuh, namunapabila diobati dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan baik.
Tetanus biasanya tidak terjadi berulang, kecuali terinfeksi kembali oleh C.
tetani.
http://braindiseases.org/wp-content/uploads/2013/02/tetanus-man-on-back1.jpg
http://www.idph.state.il.us/images/tetanus.jpg
No comments:
Post a Comment