Pages

Tuesday, 6 May 2014

PENYAKIT CACING TAMBANG

Penyakit Cacing Tambang

No. ICPC II : D96 Worms/other parasites
No. ICD X : B76.0 Ankylostomiasis
B76.1 Necatoriasis
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Penyakit cacing tambang adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Hospes parasit ini adalah manusia, cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis. Diperkirakan sekitar 576 – 740 juta orang di dunia terinfeksi dengan cacing tambang. Di Indonesia insiden tertinggi ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pada infestasi ringan cacing tambang umumnya belum menimbulkan gejala.
Namun bila infestasi tersebut sudah berlanjut sehingga menimbulkan banyak kehilangan darah, maka akan menimbulkan gejala seperti pucat dan lemas.

Faktor Risiko
a. Kurangnya penggunaan jamban keluarga.
b. Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk.
c. Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Gejala dan tanda klinis infestasi cacing tambang bergantung pada jenis spesies cacing, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita.

Pemeriksaan Fisik
a. Konjungtiva pucat
b. Perubahan pada kulit (telapak kaki) bila banyak larva yang menembus kulit, disebut sebagai ground itch.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar ditemukan telur dan atau larva.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Klasifikasi :
  a. Nekatoriasis
  b. Ankilostomiasis

Diagnosis Banding : -

Komplikasi : anemia, jika menimbulkan perdarahan.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
a. Memberi pengetahuan kepada masyarakat akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan, antara lain:
   1. Masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga.
   2. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk
   3. Menggunakan alas kaki, terutama saat berkontak dengan tanah.
b. Farmakologis
   1. Pemberian pirantel pamoat selama 3 hari, atau
   2. Mebendazole 500 mg dosis tunggal atau 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari, atau
   3. Albendazole 400 mg, dosis tunggal, tidak diberikan pada wanita hamil.
   4. Sulfasferosus

Konseling dan Edukasi
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain:
a. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah di sekitar lingkungan tempat tinggal kita.
b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk.
c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia.
d. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah.
e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan menggunakan sabun.
f. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah.

Kriteria Rujukan : -

Sarana Prasarana

a. Laboratorium mikroskopis sederhana untuk pemeriksaan specimen tinja.
b. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah rutin.

Prognosis

Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam, jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali terjadi perdarahan dalam waktu yang lama sehingga terjadi anemia.



Sumber Gambar : http://crocodilusdaratensis.files.wordpress.com/2010/08/21.jpg

No comments:

Post a Comment