Pages

Monday, 1 June 2015

RHINITIS ALERGIKA

Rhinitis Alergik


















No. ICPC II : R97 Allergic rhinitis
No. ICD X : J30.0 Vasomotor rhinitis
Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang
sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik tersebut.
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001,
rhinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpaparalergen yang diperantai oleh Ig E.

Rhinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi
terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan
perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa
muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rhinitis alergi
berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rhinitis alergi pada anak-anak
40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia tua rhinitis alergi
jarang ditemukan.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan

Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea),
bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi).
Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi
hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai
adanya rhinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain
berupa mata gatal dan banyak air mata.

Faktor Risiko

a. Adanya riwayat atopi.
b. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko
    untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis.
c. Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur,
    suhu yang tinggi.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

a. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok
    hidung dengan tangannya karena gatal.
b. Wajah
    1. Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan
       dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung.
    2. Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui
       setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung
       keatas dengan tangan.
   3. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
       sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi
      (facies adenoid).
c. Pada pemeriksaan faring: dinding posterior faring tampak granuler dan
    edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal.
    Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
d. Pada pemeriksaan rinoskopi:
    1. Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), disertai
       adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen
       biasanya berhubungan dengan sinusitis.
    2. Pada rhinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat
       terlihat adanya deviasi atau perforasi septum.
    3. Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor,
       atau dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat
       berupa edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip
      dan hipertrofi konka tidak akan menyusut, sedangkan edema konka
      akan menyusut.
e. Pada kulit kemungkinan terdapat dermatitis atopi.

Pemeriksaan Penunjang

Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan primer.
a. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
b. Pemeriksaan Ig E total serum
c. Pemeriksaan feses untuk mendeteksi kecacingan

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.
Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on
Asthma), 2001, rhinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya
menjadi:
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari
   4 minggu.
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari
    4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi
menjadi:
a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
    harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
    mengganggu.
b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
    tersebut di atas.

Diagnosis Banding

a. Rhinitis vasomotor
b. Rhinitis akut

Komplikasi

a. Polip hidung
b. Sinusitis paranasal
c. Otitis media

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

a. Menghindari alergen spesifik
b. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui
     berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis
c. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot
    hidung. Obat yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau
    xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai
    beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rhinitis medikamentosa.
d. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat
    respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang
    sering dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid,
    flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.
e. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang
    bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor
    kolinergik pada permukaan sel efektor.
f. Terapi oral sistemik
    1. Antihistamin
        • Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin,
          siproheptadin.
        • Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine
    2. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai
        dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin.
       Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.
g. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan
     anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi



Gambar 19. Algoritma penatalaksanaan Rinitis Alergi menurut WHO Initiative ARIA 2001
(dewasa)

Rencana Tindak Lanjut

Dilakukan sesuai dengan algoritma rhinitis alergi menurut WHO Initiative
ARIA.

Konseling dan Edukasi

Memberitahu individu dan keluarga untuk:
a. Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen).
b. Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin.
c. Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani. Hal ini dapat
    menurunkan gejala alergi.

Pemeriksaan penunjang lanjutan

Bila diperlukan, dilakukan:
a. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk menentukan alergen
    penyebab rhinitis alergi pada pasien.
b. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal.

Kriteria Rujukan

a. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
b. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.

Sarana Prasarana

a. Lampu kepala
b. Spekulum hidung
c. Obat-obatan:
    Topikal:
    1. Dekongestan hidung topikal: oxymetazolin, xylometazolin.
    2. Preparat kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid, flunisolid,
        flutikason, mometason furoat dan triamsinolon
    3. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida
        Oral:
d. Antihistamin
    1. Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin,
        siproheptadin.
    2. Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine.
e. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa. Dekongestan oral :
    pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin.

Prognosis

Prognosis umumnya bonam, namun quo ad sanationam dubia ad bonam bila
alergen penyebab dapat dihindari.



Sumber gambar : http://nosephotographs.hawkelibrary.com/

RHINITIS VASOMOTOR

Rhinitis Vasomotor (Rhinitis Non Alergi)


























Tingkat Kemampuan: 4A

Masalah Kesehatan

Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat
(kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin, dan obat
topikal hidung dekongestan).
Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila
adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan
alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibodi Ig E spesifik
serum).
Rhinitis non alergi dan mixed rhinitis lebih sering dijumpai pada orang dewasa
dibandingkan anak-anak, lebih sering dijumpai pada wanita
dan cenderung bersifat
menetap.

Sinonim: rhinitis non alergi, vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal
vasomotor instability, dan non-allergic perennial rhinitis.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan
tergantung posisi tidur pasien. Pada pagi hari saat bangun tidur, kondisi
memburuk karena adanya perubahan suhu yang ekstrem, udara yang lembab,
dan karena adanya asap rokok.

Gejala lain rhinitis vasomotor dapat berupa:
a. Rinore yang bersifat serous atau mukus, kadang-kadang jumlahnya
    agak banyak.
b. Bersin-bersin lebih jarang dibandingkan rhinitis alergika.
c. Gejala rhinitis vasomotor ini

Faktor Predisposisi
a. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis
    antara lain: ergotamine, chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat
    vasokonstriktor topikal.
b. Faktor fisik seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban
    udara yang tinggi, serta bau yang menyengat (misalnya parfum) dan
    makanan yang pedas, panas, serta dingin (misalnya es krim).
c. Faktor endokrin, seperti kehamilan, masa pubertas, pemakaian
    kontrasepsi oral, dan hipotiroidisme.
d. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang dan stress.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rinoskopi anterior:
a. Tampak gambaran edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap
    atau merah tua tetapi dapat pula pucat.
b. Permukaan konka licin atau tidak rata.
c. Pada rongga hidung terlihat adanya sekret mukoid, biasanya jumlahnya
    tidak banyak. Akan tetapi pada golongan rinore tampak sekret serosa
    yang jumlahnya sedikit lebih banyak dengan konka licin atau berbenjolbenjol.

Pemeriksaan Penunjang
Bila diperlukan dan dapat dilaksanakan di layanan primer, yaitu:
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
rhinitis alergi.
a. Kadar eosinofil
b. Tes cukit kulit (skin prick test)
c. Kadar IgE spesifik

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan,
yaitu:
a. Golongan bersin (sneezer), gejala biasanya memberikan respon baik
    dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topikal.
b. Golongan rinore (runners) dengan gejala rinore yang jumlahnya banyak.
c. Golongan tersumbat (blockers) dengan gejala kongesti hidung dan
    hambatan aliran udara pernafasan yang dominan dengan rinore yang
    minimal.

Diagnosis Banding

a. Rhinitis alergika
b. Rhinitis medikamentosa
c. Rhinitis akut

Komplikasi

a. Rhinitis akut, jika terjadi infeksi sekunder
b. Sinusitis

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
a. Menghindari faktor pencetus.
b. Menghindari terlalu lama di tempat yang ber-AC
c. Menghindari minum-minuman dingin
d. Tatalaksana dengan terapi kortikosteroid topikal dapat diberikan,
    misalnya :
    - budesonid, 1-2 x/hari dengan dosis 100-200 mcg/hari. Dosis
      dapat ditingkatkan sampai 400 mcg/hari. Hasilnya akan terlihat setelah
      pemakaian paling sedikit selama 2 minggu.
      Saat ini terdapat kortikosteroid topikal baru dalam aqua seperti
      flutikason propionate dengan pemakaian cukup 1 x/hari dengan
      dosis 200 mcg selama 1-2 bulan.
e. Pada kasus dengan rinorea yang berat, dapat ditambahkan
     antikolinergik topikal ipratropium bromide.
f. Kauterisasi konka yang hipertofi dapat menggunakan larutan AgNO3
    25% atau trikloroasetat pekat.
g. Tatalaksana dengan terapi oral dapat menggunakan preparat
    simpatomimetik golongan agonis alfa sebagai dekongestan hidung oral
    dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral :
    pseudoefedrin, fenilpropanol-amin, fenilefrin.

Konseling dan Edukasi
Memberitahu individu dan keluarga untuk:
a. Menghindari faktor pencetus.
b. Menghindari terlalu lama di tempat yang ber-AC dan mengurangi
    minuman dingin.
c. Berhenti merokok.
d. Menghindari faktor psikis seperti rasa cemas, tegang dan stress.

Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan radiologi: Foto sinus paranasal

Kriteria Rujukan

Jika diperlukan tindakan operatif

Sarana Prasarana

a. Lampu kepala
b. Spekulum hidung
c. Tampon hidung

Prognosis

Prognosis umumnya tidak mengancam jiwa, namun fungsi dan berulangnya
kejadian dapat dubia ad bonam jika pasien menghindari faktor pencetus.



sumber gambar : http://nosephotographs.hawkelibrary.com