Pages

Friday, 26 September 2014

FRAKTUR TERTUTUP

Fraktur Tertutup

No. ICPC II : L76 fracture other
No.ICD X : T14. Fracture of unspecified body
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tertutup adalah
suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
  a. Adanya riwayat trauma (terjatuh, kecelakaan, dll)
  b. Nyeri
  c. Sulit digerakkan
  d. Deformitas
  e. Bengkak
  f. Perubahan warna
  g. Gangguan sensibilitas
  h. Kelemahan otot
Faktor Risiko : -

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana(Objective)

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi (look)
   Adanya deformitas dari jaringan tulang, namun tidak menembus kulit.
   Anggota tubuh tdak dapat digerakkan.
b. Palpasi (feel)
   1. Teraba deformitas tulang jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.
   2. Nyeri tekan.
   3. Bengkak.
   4. Mengukur panjang anggota gerak lalu dibandingkan dengan sisi yang
       sehat.
c. Gerak (move)
  Umumnya tidak dapat digerakkan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan berikut dapat dilakukan di layanan sekunder
a. Pemeriksaan radiologi,berupa:
   1. Foto polos: umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan
       lateral.
   2. Pemeriksaan radiologi lainnya sesuai indikasi dapat dilakukan
       pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope scanning tulang,
       tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI.
b. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.

Diagnosis Banding:
Komplikasi : Kompartemen syndrom

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan:
a. Semua fraktur dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat
    mengancam jiwa.
c. Pasang cairan untuk mengantisipasi kehilangan darah yang tidak
    terlihat misalnya pada fraktur pelvis dan fraktur tulang panjang
d. Lakukan stabilisasi fraktur dengan spalk, waspadai adanya tanda-tanda
    kompartemen syndrome seperti odema, kulit yang mengkilat dan adanya
    nyeri tekan.
e. Rujuk segera ke layanan sekunder

Kriteria Rujukan : pasien segera dirujuk ke RS

Sarana Prasarana
  a. Alat untuk memeriksa tanda vital (tensi, stetoskop, thermometer)
  b. Pensil untuk kulit (marker)
  c. Meteran
  d. Kapas
  e. Jarum kecil
  f. Senter saku
  g. Goniometer

Prognosis

Prognosis umumnya bonam, namun quo ad fungsionamnya adalah dubia ad
bonam.Hal ini bergantung kepada kecepatan dan ketepatan tindakan yang
dilakukan.

Thursday, 18 September 2014

PATAH TULANG TERBUKA

Fraktur Terbuka


No. ICPC II : L76 fracture other
No. ICD X : T14. Fracture of unspecified body
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial.
Fraktur terbuka adalah suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga
timbul komplikasi berupa infeksi.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
a. Adanya patah tulang terbuka setelah terjadinya trauma
b. Nyeri
c. Sulit digerakkan
d. Deformitas
e. Bengkak
f. Perubahan warna
g. Gangguan sensibilitas
h. Kelemahan otot

Faktor Risiko : -

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi (look)
   Adanya luka terbuka pada kulit yang dapat berupa tusukan tulang yang
   tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh karena tertembus,
   misalnya oleh peluru atau trauma langsung dengan fraktur yang
   terpapar dengan dunia luar.
b. Palpasi (feel)
   1. Robekan kulit yang terpapar dunia luar
   2. Nyeri tekan
   3. Terabanya jaringan tulang yang menonjol keluar
   4. Adanya deformitas
   5. Panjang anggota gerak berkurang dibandingkan sisi yang sehat
c. Gerak (move)
   Umumnya tidak dapat digerakkan

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi,berupa:
  1. Foto polos:
     Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral
  2. Pemeriksaan radiologi lainnya sesuai indikasi dapat dilakukan
     pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope scanning tulang,
     tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI
b. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah, untuk menilai kebutuhan
penambahan darah, memantau tanda-tanda infeksi.

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis klinis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Klasifikasi

 
Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga kelompok:
a. Grade I
    1. Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih
    2. Kerusakan jaringan minimal, frakturnya simple atau oblique dan
        sedikit kominutif .
b. Grade II
    1. Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa ada
        kerusakan jaringan lunak,
    2. Flap kontusio avulsi yang luas serta fraktur kominutif sedang dan
        kontaminasi sedang.
c. Grade III
    Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang luas
    atau amputasi traumatic, derajad kontaminasi yang berat dan trauma
    dengan kecepatan tinggi.
    Fraktur grade III dibagi menjadi tiga, yaitu:
    1. Grade IIIa : Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan
        tulang dengan jaringan lunak cukup adekuat.
    2. Grade IIIb : Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak
        yang cukup luas, terkelupasnya daerah periosteum dan
        tulang tampak terbuka, serta adanya kontaminasi yang
       cukup berat.
   3. Grade IIIc : Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah.
Diagnosis Banding : -

Komplikasi
a. Perdarahan, syok septik sampai kematian
b. Septikemia, toksemia oleh karena infeksi piogenik
c. Tetanus
d. Gangren
e. Perdarahan sekunder
f. Osteomielitis kronik
g. Delayed union
h. Nonunion dan malunion
i. Kekakuan sendi
j. Komplikasi lain oleh karena perawatan yang lama

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Prinsip penanganan fraktur terbuka
a. Semua fraktur terbuka dikelola secara emergensi.
b. Lakukan penilaian awal akan adanya cedera lain yang dapat
    mengancam jiwa.
c. Lakukan irigasi luka
d. Lakukan stabilisasi fraktur
e. Pasang cairan dan berikan antibiotika intravena yang sesuai dan
    adekuat misalnya setriakson dan segera rujuk ke layanan sekunder.





Penatalaksanaan
a. Pembersihan terhadap luka fraktur, dengan cara irigasi dengan NaCl
    fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang
    melekat.
b. Balut luka untuk menghentikan perdarahan, pada fraktur dengan
    tulang menonjol keluar sedapat mungkin dihindari memasukkan
    komponen tulang tersebut kembali ke dalam luka.
c. Fraktur dengan luka yang berat memerlukan suatu traksi skeletal.
    Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna. Alat
    sederhana yang bisa digunakan dalam
d. Pemberian antibiotika: merupakan cara efektif mencegah terjadinya
    infeksi pada fraktur terbuka. Antibiotika yang diberikan sebaiknya
    dengan dosis yang besar. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang
    dianjurkan adalah golongan cephalosporin, dan dikombinasi dengan
    golongan aminoglikosida.
e. Pencegahan tetanus: Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu
    diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat
    imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum,
    dapat diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).
    Pasien segera dirujuk setelah kondisi lebih stabil.

Kriteria Rujukan

Langsung dirujuk dengan tetap mengawasi tanda vital dan memberikan
penanganan awal.

Sarana Prasarana

a. Alat untuk memeriksa tanda vital (tensi, stetoskop, thermometer)
b. Meteran
c. Perban
d. Spalk

Prognosis

Prognosis quo ad fungsionam adalah dubia ad bonam, tergantung pada
kecepatan dan ketepatan tindakan yang dilakukan.




Sumber gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIEL-QzSIHH7UyanQmvpMqKjsgoOQ_sJYk0jsTkI235yjaL7npMZWnU2Y0PRikbYJC1FrM4NzJNHKcBRsoZdGa9zX4x3LXsVqJEjABlNIjZztzwYs9UEGkELAD2oH6FHospw_CP1n-WnK1/s1600/Patah+Tulang+Terbuka-Tertutup.jpg


 
http://endrosambodo1984.files.wordpress.com/2012/03/picture27.png

Wednesday, 3 September 2014

INFARK SEREBRAL/STROKE

Infark Serebral/Stroke


 
No. ICPC II : K90 Stroke/cerebrovascular accident
No. ICD X : I63.9 Cerebral infarction, unspecified
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan

Stroke adalah defisit neurologis fokal yang terjadi mendadak, lebih dari 24 jam
dan disebabkan oleh faktor vaskuler. Berdasarkan Riskesdas 2007, stroke
merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia.

Hasil Anamnesis(Subjective)

Keluhan
Keluhan mendadak berupa:
a. Kelumpuhan anggota gerak satu sisi (hemiparesis)
b. Gangguan sensorik satu sisi tubuh
c. Hemianopia (buta mendadak)
d. Diplopia
e. Vertigo
f. Afasia
g. Disfagia
h. Disarthria
i. Ataksia
j. Kejang atau penurunan kesadaran

Untuk memudahkan digunakan istilah FAST (facial movement, Arm Movement,
Speech, Test all three).

Faktor Risiko
a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
   1. Usia
   2. Jenis kelamin
   3. Genetik
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
   1. Hipertensi
   2. DM
   3. Penyakit jantung
   4. Dislipidemia
   5. Merokok
   6. Pernah mengalami TIA atau stroke
   7. Polisitemia
   8. Obesitas
   9. Kurang olahraga
 10. Fibrinogen tinggi

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan tanda vital
   1. Pernapasan
   2. Nadi
   3. Suhu
   4. Tekanan darah harus diukur kanan dan kiri
b. Pemeriksaaan jantung paru
c. Pemeriksaan bruitkarotis
d. Pemeriksaan abdomen
e. Pemeriksaan ekstremitas
f. Pemeriksaan neurologis
   1. Kesadaran : kualitatif dan kuantitatif (Glassgow Coma Scale = GCS)
   2. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, lasseque, kernig, brudzinsky
   3. Saraf kranialis: sering mengenai nervus VII, XII, IX walaupun nervus
       kranialis lain bisa terkena
4. Motorik : kekuatan, tonus, refleks fisiologis, refleks patologis
5. Sensorik
6. Pemeriksaan fungsi luhur
7. Pada pasien dengan kesadaran menurun, perlu dilakukan
    pemeriksaan refleks batang otak:
    • Refleks kornea
    • Refleks pupil terhadap cahaya
    • Refleks okulo sefalik
    • Keadaan refleks respirasi

Pemeriksaan Penunjang : -

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi
Stroke dibedakan menjadi:
a. Stroke hemoragik biasanya disertai dengan sakit kepala hebat, muntah,
    penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi.



b. Stroke iskemik biasanya tidak disertai dengan sakit kepala hebat,
    muntah, penurunan kesadaran dan tekanan darah tidak tinggi.

Diagnosis Banding

Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik sangat penting untuk
penatalaksanaan pasien.

Komplikasi

Umumnya komplikasi terjadi jika interval serangan stroke dengan
pemeriksaan atau kunjungan ke pelayanan primer terlambat. Komplikasi yang
biasanya ditemukan adalah dehidrasi, pneumonia, ISK.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

 
Penatalaksanaan
a. Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC.
b. Pertimbangkan intubasi jika kesadaran stupor atau koma atau gagal nafas.
c. Pasang jalur infus IV dengan larutan NaCl 0,9% dengan kecepatan 20
    ml/jam (jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam
    air dan SALIN 0,45% karena dapat memperhebat edema otak).
d. Berikan O2: 2-4 liter/menit via kanul hidung.
e. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut.

Stroke Hemoragik
a. Menurunkan tekanan darah untuk mencegah perdarahan ulang pada
   orang yang dasarnya normotensif (tensi normal) diturunkan sampai
   sistolik 160 mmHg, pada orang dengan hipertensi sedikit lebih tinggi.
b. Tekanan dalam rongga tengkorak diturunkan dengan cara meninggikan
    posisi kepala 15-30% (satu bantal) sejajar dengan bahu
    Pasien dirujuk setelah kondisi lebih stabil.

Rencana Tindak Lanjut

a. Memodifikasi gaya hidup sehat
    1. Memberi nasehat untuk tidak merokok atau menghindari lingkungan
        perokok
    2. Menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol
    3. Mengurangi berat badan pada penderita stroke yang obes
    4. Melakukan aktivitas fisik sedang pada pasien stroke iskemik atau
        TIA. Intensitas sedang dapat didefinisikan sebagai aktivitas fisik yang
        cukup berarti hingga berkeringat atau meningkatkan denyut jantung
        1-3 kali perminggu.
b. Mengontrol faktor risiko
    1. Tekanan darah
    2. Gula darah pada pasien DM
    3. Kolesterol
    4. Trigliserida
    5. Jantung
c. Pada pasien stroke iskemik diberikan obat-obat antiplatelet: asetosal,
klopidogrel

Konseling dan Edukasi
a. Mengedukasi keluarga agar membantu pasien untuk tidak terjadinya
    serangan kedua.
b. Jika terjadi serangan berikutnya segera mendatangi pelayanan primer.
c. Mengawasi agar pasien teratur minum obat.
d. Membantu pasien menghindari faktor risiko.

Kriteria Rujukan

Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis dan diberikan penanganan
awal selanjutnya dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang
memiliki dokter spesialis saraf.

Sarana Prasarana

a. Alat pemeriksaan neurologis.
b. Infus set.
c. Oksigen.
d. Obat antiplatelet.

Prognosis

Prognosis adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi. Untuk stroke
hemorrhagic sebagian besar dubia ad malam.

CARDIORESPIRATORY ARREST

Cardiorespiratory Arrest



No. ICPC II : K80 cardiac arrhytmia NOS
No. ICD X :
Tingkat Kemampuan: 3B

Masalah Kesehatan

Cardiorespiratory Arrest (CRA) adalah kondisi kegawatdaruratan karena
berhentinya aktivitas jantung paru secara mendadak yang mengakibatkan
kegagalan sistem sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh malfungsi mekanik
jantung paru atau elektrik jantung. Kondisi yang mendadak dan berat ini
mengakibatkan kerusakan organ.

Henti napas dapat mengakibatkan penurunan tekanan oksigen arteri,
menyebabkan hipoksia otot jantung yang menyebabkan henti jantung.
Henti jantung adalah konsekuensi dari aktivitas otot jantung yang tidak
terkoordinasi. Dengan EKG, ditunjukkan dalam bentuk Ventricular Fibrillation
(VF). Satu menit dalam keadaan persisten VF, aliran darah koroner menurun
hingga tidak ada sama sekali. Dalam 4 menit, aliran darah katoris tidak ada
sehingga menimbulkan kerusakan neurologi secara permanen.

Hasil Anamnesis (Subjective)

Keluhan
Pasien dibawa karena pingsan mendadak dengan henti jantung dan paru.
Sebelumnya, dapat ditandai dengan fase prodromal berupa nyeri dada, sesak,
berdebar dan lemah (detik – 24 jam). Kemudian, pada awal kejadian, pasien
mengeluh pusing dan diikuti dengan hilangnya sirkulasi dan kesadaran (henti
jantung) yang dapat terjadi segera sampai 1 jam.

Hal yang perlu ditanyakan kepada keluarga pasien adalah untuk mencari
penyebab terjadinya CRA antara lain oleh:
5 H (hipovolemia, hipoksia, hidrogen ion = asidosis, hiper atau hipokalemia
dan hipotermia) dan 
5 T (tension pneumothorax, tamponade, tablet = overdosis
obat, trombosis koroner, dan thrombosis pulmoner), tersedak, tenggelam,
gagal jantung akut, emboli paru, atau keracunan karbon monoksida.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan: pasien tidak sadar, tidak ada nafas,
tidak teraba nafas, tidak teraba denyut nadi di arteri-arteri besar (karotis dan
femoralis).

Pemeriksaan Penunjang
EKG
Gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran VF (Ventricular Fibrillation).
Selain itu dapat pula terjadi asistol, yang survival rate-nya lebih rendah
daripada VF.
 

Penegakan Diagnosis (Assessment)

Rekam Medik
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Anamnesis berguna
untuk mengidentifikasi penyebabnya.

Diagnosis banding: -

Komplikasi

Konsekuensi dari kondisi ini adalah hipoksia ensefalopati, kerusakan
neurologi permanen dan kematian.

Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan
Melakukan resusitasi jantung paru pada pasien.
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan
Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

Konseling dan Edukasi
a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan tindak lanjut dari
tindakan yang telah dilakukan, serta meminta keluarga untuk tetap
tenang dan tabah menemani pasien pada kondisi tersebut.
b. Memberitahu keluarga untuk melakukan pola hidup sehat seperti
mengurangi konsumsi makanan berlemak, menghentikan konsumsi
rokok dan alkohol, menjaga berat badan ideal, mengatur pola makan,
melakukan olah raga ringan secara teratur.

Rencana Tindak Lanjut
Monitor selalu kondisi pasien hingga dirujuk ke spesialis.

Kriteria rujukan

Pasien dirujuk ke spesialis berdasarkan kemungkinan penyebab (SpPD, SpJP
atau SpB, dan seterusnya) untuk tatalaksana lebih lanjut.

Sarana Prasarana

a. Elektrokardiografi (EKG)
b. Alat intubasi
c. Defibrilator
d. Tabung oksigen
e. Obat-obatan

Prognosis

Prognosis umumnya dubia ad malam, tergantung pada waktu dilakukannya
penanganan medis.



Sumber gambar:
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgG-3EyRn0_Btwys98OA-w825U8fsGBruoEcqAJO0H8WP2YfzYu2BiWjEs2Rz1WrUnfeFxQz2rth-dQ9hcMiiW-cZN7Wa5JITTh0OGfvOfIp30EtrisuoCh9bE5AZWApu14qxUAiPAxtT8/s1600/VF.jpg
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/20/US_Navy_040421-N-8090G-001_Hospital_Corpsman_3rd_Class_Flowers_administers_chest_compressions_to_a
_simulated_cardiac_arrest_victim.jpg